Oleh: Abi Ananda Rasyid | Agustus 20, 2007

Ahmad Dahlan


Ahmad Dahlan

Kyai Haji Ahmad Dahlan: Pendiri Muhammadiyah

 “M. Yunus meraih Nobel Perdamaian karena germeen bank yang membantu orang kecil memperoleh kredit dengan bunga rendah. Namun Kyai Haji Ahmad Dahlan mampu menolong fakir-miskin, anak yatim-piatu tanpa pinjaman berbunga, mengembangkan pelayanan kesehatan PKO, mengangkat martabat bangsa Indonesia dari penjajahan. Kesemuanya karena Allah SWT. Jika beliau masih hidup saat ini, Beliau lebih pantas memperoleh Nobel Perdamaian tersebut“.

Kyai Haji Ahmad Dahlan, lahir dengan nama Muhammad Darwisy tahun 1868 dilahirkan dari kedua orang tuanya, yaitu KH. Abu Bakar (seorang ulama dan Khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan Nyai Abu Bakar (puteri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga). Ia merupakan anak ke-empat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlul’llah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).

Muhammad Darwisy dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Ia menunaikan ibadah haji ketika berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah. Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwisy. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus dirubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadits.

Pada usia 20 tahun (1888), ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama Ahmad Dahlan. Sepulangnya dari Makkah ini, iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah.

Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).

Sebagai seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya, ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri, yaitu :

Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya” (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).

Dari pesan itu tersirat sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.

Kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi.

Untuk membangun upaya dakwah (seruan kepada ummat manusia) tersebut, maka Dahlan gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di Indonesia. Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut. Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu’allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu’allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya.

Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Ia dikenal sebagai salah seorang keturunan bangsawan yang menduduki jabatan sebagai Khatib Masjid Besar Yogyakarta yang mempunyai penghasilan yang cukup tinggi. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.

Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam’iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw.

Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.

Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.

Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan mensiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama’ah-jama’ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf bima kan,u wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).

Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.

Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan. Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur’an baru, yang menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan perkataan, “Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur’an dan Hadits. Umat Islam harus kembali kepada Qur’an dan Hadits. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir”.

Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum).

Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut :

1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.

2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.

3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.

4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan.

 

[Sumber: www.muhammadiyah.or.id]


Tanggapan

  1. Bolehkan saya mendapatkan fotocopy/scanning Referensi terkait hal di bawah ini?

    “Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan mensiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah.”

    Trima kasih, jzkmllh.ahsnl.jz..

  2. Mas Ali,

    Jika ingin dijadikan referensi kalimat tersebut, jika hanya dipenggal kalimat itu saja tanpa membaca latar-belakang mengapa hal itu diperbolehkan oleh K.H. Ahmad Dahlan, boleh jadi akan menjadi bias dan bisa disalah artikan. Misalnya: Muhammadiyah = Ahmadiyah. Padahal ormas Ahmadiyah yang sekarang ini ada di tanah air jelas sangat dan jauh berbeda dengan Muhammadiyah yang dimaksudkan. Semoga, Mas Ali bisa dengan bijak mengartikan dan menempatkan penggalan kalimat yang dimaksudkan.

    Maturnuwun.

    Salam

  3. Apakah di Muhamamadiyah ada kesan untuk tidak menghormati aliran lain/madzhab lain.
    Maksih

    • Tetap menghormati selama aliran itu tidak menyimpang dari Al Qur’an dan Hadist dan tidak membuat bid’ah. Ternyata banyak aliran yang menyimpang dari Al Qur’an dan Hadist kami akan menggingatkan kalau tidak mau maka kami akan melakukan tindakan kami akan menghubungi MUI dan FPI untuk menghancurkan aliran sesat itu! Walaupun sesama muslim dan kami akan meluruskan faham jama’ahnya agar selamat dunia akhirat. Terima kasih! atas komentarnya!

  4. Muhammadiyah berarti pengikut Muhammad, jadi orang yang mengikuti akidah Muhammadiyah harus bertindak tanduk seperti apa yang dicontohkan nabi.
    Kalau ia menyimpang dari ajaran Al-Qquran dan Al-Hadist berarti ia bukan pengikut Muhammadiyah.
    Saya sendiri adalah pengikut Ahlu sunnah wa jama’ah. Bermahab Syafi’i.
    Thnk you very much.

  5. saya sangat tertarik dengan tulisan Kyai Haji Ahmad Dahlan. terutama pada saat beliau mendirikan Muhammadiyah. Bisakah saya melakukan tanya jawab dengan anda? Terima kasih …

  6. Ups maaf lupa. Ini email saya. bhumi.2001@yahoo.com. Jawaban anda sangat saya tunggu. Perkenalkan, Saya Hanung Bramantyo. Saat ini saya sedang menyutradarai Film Ayat-Ayat Cinta dari Novel Habiburrahman. Saya bermaksud membuat film tentang Kyai Dahlan. Semoga anda bisa membantu saya …

  7. Senang tulisan ini bermanfaat.
    Saya, insya Allah, bersedia membantu sebisa yang saya lakukan. Tentang Kiayi Haji Ahmad Dahlan, karena beliau adalah pendiri Muhammadiyah, ada baiknya Bapak melakukan tanya-jawab langsung dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta. Saran saya Bapak melakukan penelusuran sejarah di Kauman, dimana tempat awalnya Muhammadiyah berdiri dan Kiyai Ahmad Dahlan membesarkan Muhammadiyah. Akan sangat baik sekali juga dapat langsung bertanya kepada keluarga generasi Kiyai Ahmad Dahlan. Atau jika tidak bisa, silahkan merujuk buku-buku yang ditulis oleh Prof. Kuntowijoyo.
    Demikian, jazakallah khair

    Agus S.M — Taipei

  8. blogwalking..cari info sebanyak mungkin ttg Kiai Ahmad Dahlan. Kami senang menyusun informasi ihwal beliau.

  9. @ Hanung..
    selamat atas kesuksesan film sang pencerah nya..

  10. @ p Hanung
    Slamat yaa ..
    Menurut saya, film sang pencerah lumayan bagus
    Sampai menetes air mata menonton usaha2 KH A Dahlan di filem ini
    Tapi .. seandainya masa putarnya di perpanjang, dan diperbanyak lagi dengan bbrp dialog2 yg bersifat pemikiran dan pencerahan dari beliau ..

    termasuk debat2 dengan para kyai2 lama yg sarat dengan pemikiran ilmu, syariat dan sunnah, saya rasa lebih sangat menggigit dan sekaligus bisa mendapatkan pemahaman langsung (pelajaran) dr menonton di filem ini

    Akhir kata, Terimakasih sebelumnya atas usaha menfilemkan tokoh mengagumkan ini

    Wassalam

  11. terima kasih atas informasi sekilas tentang KH ahmad dahlan,
    menurut bapak,apakah ormas islam yang sekarang sudah mengalami perkembangan seperti apa?
    khusus nya muhamadiyah?

  12. Sosok orang yang perlu dicontoh oleh bangsa INDONESIA tapi mengapa organisasi yg didirikan banyak orang yg tidak suka. Tolong film sang pencerah di play di setiap lembaga kemuhammadiyah. tolong segera filmnya dicdkan

  13. bis minta referensi or daftar pustakanya……. jazakallah..

  14. saya tertarik dengan film SANG PENCERAH karya HANUNG yang mengisahkan perjalan KH. AHMAD DAHLAN, kisahnya inspiratif, menggugah, sangat baik ditonton oleh generasi muda. anak muda harus nonton film ini.

  15. Saya sudah nonton film sang pencerah, tapi saya ragu dengan kebenaran film itu..karena saya tidak yakin kalau KH ahmad dahlan memiliki pemahaman wihdatul wujud (manunggaling kawulo lan gusti), dan satu lagi apakah ahmad dahlan benar2 pemain biola?
    salut dengan penulis blog ini, ternyata hanung bramantyo mengambil referensi dari sini juga…:)

  16. Ada sedikit kejanggalan, pada silsilah KH. Ahmad Dahlan, yaitu jarak antara Ki Ageng Gribig (semasa dengan Sultan Agung) dengan Sunan Prapen (semasa dengan Sultan Hadiwijaya Pajang), ada selisih sekitar 2 generasi…

    Oleh karenanya, melalui penyelusuran genealogy kami peroleh informasi, jalur ke Sunan Prapen, kemungkinan berasal dari ibu Ki Ageng Gribig yang bernama Raden Ayu Ledah, yang diperkirakan adalah cucu dari Sunan Prapen.

    Selengkapnya bisa, kunjungi tulisan kami…

    Meninjau Kembali, Silsilah Kyai AHMAD DAHLAN (Muhammadiyah) ?
    http://kanzunqalam.wordpress.com/2012/11/03/meninjau-kembali-silsilah-kyai-ahmad-dahlan-muhammadiyah/


Tinggalkan komentar

Kategori